Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)


Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning CTL) merupakan suatu konsep yang didukung oleh berbagai penelitan aktual dalam ilmu kognitif (cocnitive science) dan teori-teori tentang tingkah laku (bihaviour theories) yang bersama-sama mendasari konsepsi dan proses pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengkaitkan materi pelajaran yang diperlajari dengan konteks dimana materi itu digunakan. Dan akan lebih berarti apabila disajikan melalui konteks kehidupan mereka (Endang Susetyawati, 2005: 82).
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem yang menyeluruh (Elaine B.Johnson, 2009: 65). Sistem Contextual Teaching and Learning adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial, dan budaya mereka (Elaine B.Johnson, 2009: 67).
Contextual Teaching and Learning terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan dan mendukung satu sama lain. Apabila terdapat komponen yang tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran , maka tingkat pemahaman siswa yang diperoleh tidak seperti pemahaman siswa yang dengan melibatkan seluruh komponen dalam proses pembelajaran.
Menurut Endang (2005: 83) Sebuah kelas menggunakan pendekatan kontekstual jika telah menerapkan tujuh komponen, yaitu: jika filosofi belajarnya konstruktivisme, selalu ada unsur bertanya, pengetahuan dan pengalaman diperoleh dari kegiatan menemukan, terbentuk masyarakat belajar, ada model yang ditiru, dan dilakukan penilaian yang sebenarnya.
1)      Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Hal ini dilandasi oleh pengetahuan yang hanya akan fungsional apabila dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Dalam konstruktivisme pengetahuan berasal dari luar, tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan dibentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut.
2)      Inkuiri (Inquiry)
Salah satu kata kunci pembelajaran kontekstual adalah inkuiri. Artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta dari hasil mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Secara umum, proses inkuiri terdiri dari beberapa langkah, yaitu merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan, dan membuat kesimpulan.
3)      Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Pembelajaran kontekstual dilaksanakan melalui tanya jawab oleh keseluruhan unsur yang terlibat dalam komunitas belajar. Kegiatan bertanya penting untuk menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
4)      Masyarakat Belajar (Learning Community)
Suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerja sama saling memberi dan menerima sangatdiperlukan untuk memecahkan suatu persoalan. Konsep masyarakat belajar dalam Contextual Teaching and Learning menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Kerja sama dapat dilakukan dalam kelompok belajar yang anggotanya bersifat heterogen (kemampuan dan kecepatan belajarnya maupun bakat dan minatnya). Dalam hal tertentu guru dapat mengundang ahli untuk membelajar siswa. Dengan demikian setiap orang bisa saling terlibat, bisa saling membelajarkan, bertukar informasi, dan bertukar pengalaman.
5)      Pemodelan (Modelling)
Pembelajaran dengan pemodelan adalah proses pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh cara memfaktorkan suatu persamaan, menghitung luas permukaan bangun ruang, menggambar grafik, dan sebagainya. Guru bukanlah satu-satunya model dalam pembelajaran kontekstual.  Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan atau mengundang ahli dari luar yang sesuai dengan bidangnya.
6)      Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah bagian penting dalam pembelajaran kontekstual. Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali, mengorganisir kembali, menganalisis kembali, mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari. Setiap berakhir kegiatan pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan refleksi.
7)      Penilaian Autentik (Authentic Assesment)
Penilaian autentik adalah upaya pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian menekankan pada proses pembelajaran, bukan pada aspek hasil belajar seperti hasil tes. Oleh karena itu data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan pembelajaran. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa, bukan mengingat fakta.
Menurut peneliti, melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, siswa akan merasakan pentingnya belajar dan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipelajarinya. Dalam pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) memungkinkan pembelajaran yang tenang dan menyenangkan karena siswa mempraktikkan secara langsung (memahami) materi yang dipelajari. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa memahami hakikat, makna, dan manfaat belajar sehingga memungkinkan mereka rajin dan termotivasi untuk belajar. Kondisi tersebut terwujud ketika siswa menyadari bahwa mereka membutuhkan belajar untuk menjalani kehidupan. Semakin mampu para siswa mengaitkan pelajaran-pelajaran akademis mereka dengan konteks ini, semakin banyak makna yang akan mereka dapatkan dari pelajaran tersebut. Mengerti makna dari pengetahuan dan keterampilan akan menuntun pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koordinat Kartesius - Posisi Titik Terhadap Titik dan Garis : Kelas VIII Matematika MTs Muhammadiyah 1 Muntilan

Materi Skala dan Perbandingan Kelas 7 SMP

CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN POSISI GARIS TERHADAP GARIS : KOORDINAT KARTESIUS : MATEMATIKA : KELAS VIII : MTs MUHAMMADIYAH 1 MUNTILAN